Pada hari Sabtu, aku masuk ke sebuah warnet dan langsung meng-klik mIRC,
program chatting. Aku sengaja memakai nama yang agak ‘menjurus’ porno,
lick_your_. Nama ini diilhami oleh sebuah film VCD porno yang kutonton
beberapa waktu lalu, film tentang oralseks dan semacamnya. Seperti
biasa, yang menyapa selalu nickname pria, dan sesungguhnyalah hal itu
menyebalkan, maka nickku kuganti, M_want_lick. Tetapi setelah lebih dari
30 menit, tak satupun ada nick yang menyapaku, ah, sialan memang.
Akhirnya aku iseng-iseng mengklik beberapa nick yang mungkin kepunyaan
perempuan. Tetapi tak satupun membalas. Ah, barangkali mereka ngeri
melihat nickku. Tetapi aku tak putus asa, aku terus-menerus mencari
hingga setelah hampir satu jam barulah ada balasan dari nick, julia_^
Dan dimulailah pembukaan klise yang membosankan sebetulnya, seperti”Hi,
asl? Kul/ker?, Kul di mn?, Di mana nih?, Lagi ngapain? Nama?”, Dan
semacam itu.
Tetapi pada akhirnya dia bertanya “Eh, Nickmu kok aneh?”.
Karena pada dasarnya aku iseng saja memakai nick-ku itu, maka kujawab sekenanya”Ya itu menunjukkan keinginanku dong.”
Lalu muncul emoticon tersenyum di layar komputer. Sejurus kemudian percakapan beralih ke soal seks.
Nick yang mengaku bernama Julia ini katanya f 20 yk, masih kul dan belum
pernah berhubungan seksual. Dari percakapan yang porno-porno ketahuan
ternyata julia ini juga ingin mencoba merasakan orgasme dengan pria,
namun katanya dia takut kalau perawannya hilang. Dia mengaku hampir
setiap hari bermasturbasi, dan pernah sekali melakukan phonesex dengan
seseorang. Aku jadi tertarik.
Lantas dengan iseng-iseng kubilang kepadanya”Bagaimana kalau kubantu bermasturbasi tanpa ml?”.
Pada mulanya dia ragu-ragu, tetapi, yang mengejutkanku, adalah jawabannya”Boleh? Kalau kamu mau.”.
Seketika aku merasa ada getaran di perutku, ada sedikit birahi timbul
karena pikiranku teringat kembali adegan VCD porno yang kutonton
beberapa hari yang lalu. Singkat cerita, kami mengadakan semacam
negosiasi perjanjian, dan saling bertukar nomer HP. Keputusannya adalah
kami akan bertemu Minggu sore jam 3 di mall Malioboro.
Pukul tiga sore hari, di sebuah resto cepat-saji, aku duduk menunggu
perempuan yang mengaku bernama Julia. Sebenarnya aku merasa sedikit
minder, karena barangkali aku tak terlalu charming, tak terlalu tegap,
hanya lelaki biasa saja. Aku bertanya-tanya, apakah aku akan bertemu
dengan sosok secantik bidadari, dengan pakaian ketat, payudara menonjol,
berkulit putih mulus dengan bibir sensual? Ataukah aku akan bertemu
dengan gadis gemuk, dengan bedak tebal dan rambut kriting? Hati dan
pikiranku tegang membayangkan beragai kemungkinan penampilan dan wajah
si perempuan yang mengaku bernama Julia.
“Budi”, sebuah suara perempuan terdengar dari belakang.
Hatiku berdesir, sedikit panik. Aku tiba-tiba merasa takut ditolak, atau
dilecehkan, dan kepala ini rasanya berat sekali untuk menoleh.
Untunglah, perempuan itu lantas duduk di depanku. Ah, wanita yang ada
didepanku ini ternyata tak segawat yang kubayangkan. Dia perempuan
biasa, berkulit seperti kebanyakan dari kita, sawo matang, dengan rambut
sebahu. Wajahnya biasa saja, payudaranya juga ukuran normal -mungkin
ukuran 34. dan tubuhnya juga tak bahenol-bahenol amat. Tetapi karena dia
memakai rok selutut yang ketat dan baju yang juga ketat, maka memandang
lekuk tubuhnya saja sudah cukup untuk membuat birahi naik. Seperti
biasa, selalu ada basa-basi dalam setiap percakapan.
“Bagaimana kabarmu? Sudah lama? Mau minum dulu?”
Dan beberapa basa-basi lainnya. Kami pesan minum. Lalu lima belas menit kami masuk ke pokok pembicaraan.
“Masih ingat apa yang kita bicarakan kemarin di chatting?”, tanyaku.
“Iya, mm, kamu serius kan?”, tanyanya sambil menatapku.
sesungguhnyalah aku ragu-ragu, tetapi ada dorongan yang membuatku menjawab”Ya aku serius.”
“Terus, di mana?”, tanyanya.
Aku berpikir sejenak. Aku benar-benar tak punya tempat dan tak punya
pengalaman sama sekali menghadapi keadaan seperti ini. Tetapi aku ingat
bahwa di lokasi Parang Tritis ada beberapa losmen yang membebaskan
penyewanya untuk melakukan apa saja.
“Bagaimana kalau ke pantai, sekalian jalan-jalan?”, aku menawarkan kepadanya.
“ke Parang Tritis? Naik apa?”
“Motor”
Dia tercenung sejenak, lalu dengan tersenyum dia menganggukkan kepalanya.
Empat puluh menit kemudian kami sampai di pantai. Setelah memesan kamar,
kami lantas berjalan-jalan ke pantai. Berbicara banyak hal, seperti
layaknya orang pacaran. Kadang-kadang saling menggoda, tertawa, mencubit
dan memeluk, atau bermain air. Pada pukul 6 sore kami lelah bercanda,
dan memutuskan untuk ke kamar losmen. Kami berjalan sambil bergandengan
tangan. Meski mentari telah terbenam, namun cahayanya masih tersisa
sedikit hingga membuat lanskap pantai menjadi samar-samar. Kami berjalan
berdempetan, tangannya memeluk pinggangku dan aku merengkuh bahunya.
Tetapi kami hanya membisu, barangkali tenggelam dalam khayalan
masing-masing. Sesampainya di kamar aku segera mandi. Setelah selesai
gantian dia yang mandi. Pada saat ini aku memaki diriku sendiri”Bodoh
Kenapa tak mandi bersama”. Ah, sudah terlanjur,
Pintu aku kunci. Julia duduk di pinggir ranjang sambil menyisir
rambutnya yang basah terurai. Aku memandang tubuhnya, yang masih
berpakaian lengkap. Tetapi roknya yang selutut sedikit tersingkap. Ah,
barangkali benar kata sebagian orang, baju yang tidak terlalu terbuka,
yang hanya tersingkap, selalu lebih menggairahkan. Aku melirik ke
pahanya yang mulus, karena roknya sedikit tersingkap ke atas.
Pelan-pelan birahiku timbul. Aku pun mendekatinya. Lalu duduk di
sampingnya. Dia berhenti menyisir rambut.
Sambil berbisik aku katakan kepadanya”Bagaimana kalau kita wujudkan khayalan kita kemarin?”
Dia tersenyum, menatapku lekat-lekat, lalu memejamkan matanya dengan
dagu sedikit menengadah, Menurutku, inilah salah satu daya tarik
perempuan, ekspresi wajahnya yang pasrah dan penuh harap selalu
menyenangkan untuk dipandang. Aku tak langsung mendekapnya, hanya
menikmati seluruh wajahnya yang sedikit tengadah, memandagi lekuk-lekuk
bibir dan dagunya, sampai akhirnya aku usap bibirnya dengan jemariku.
Julia hanya membuka matanya sedikit, tetapi masih diam saja. Namun aku
mendengar nafasnya sedikit memburu. Aku mulai memegang pahanya dengan
tangan kiri, kuelus-elus ke atas sambil menyingkap roknya. Pada saat
yang sama Julia juga memegang leherku, kali ini bibirnya sedikit di
buka, dan lidahnya tampak bergerak-gerak di antara kedua giginya. Jari
tanganku kumasukkan ke sela-sela bibirnya, dan dia mengulumnya. Kali ini
tangan kiriku sudah merayap sampai ke pangkal paha, dan aku mulai
mendaratkan bibirku di dahinya. Kemudian aku mulai mencium kedua
matanya, pipinya, dan kemudian beralih ke daun telinganya. Kata orang
telinga perempuan adalah salah satu titik sensitif, maka aku mencoba
mengelitiknya. Kali ini aku menjilati belakang telinga. Mencium dan
menghisapnya, kini aku mulai mendengar nafas Julia menjadi tak teratur.
Aku lalu menelusuri lehernya dengan lidahku, kemudian lidahku merayap ke
dagu, dan akhirnya aku mencium bibirnya. Lidah Julia sedikit menulur
ketika aku hendak melumat bibirnya, karena itu aku lantas sentuhkan
lidahku dengan lidahmnya, lalu menghisap lidahnya. Julia membalas dengan
semangat dan lantas aku melumat semua bibirnya. Pada saat yang sama
kedua tanganku mulai membuka pakaiannya. Setelah terbuka, aku lepaskan
ciumanku, dan tanganku mulai merayap dari pusar, ke perut, dan akhirnya
ke dadanya. Julai hanya diam menatap tanganku yang mengusap-usap semua
bagian perut hingga dadanya, lalu dia membuka tali bra-nya. Kali ini
payudaranya sama sekali tak tertutup.
Aku mulai mengelus-ngelus payudaranya, dan sesekali meremasnya. Sekarang
Julia mulai terdengar suara lirihnya. Aku lalu membuka kaosku, lalu aku
tarik tubuhnya dan kamipun berpelukan bersentuhan kulit secara
langsung. Rasa hangat dan nyaman menjalar dari perut, dada dan ke
seluruh tubuhku ketika kulit kami bersentuhan. Aku merasakan empuknya
payudara Julia sambil kembali berciuman, kali ini ciuman kami lebih
bergairah, dan Julia mulai terengah-engah, begitu juga aku. Aku
menciumnya sembari terus meremas payudaranya, sementara tangan julia
mengusa-usap punggungku.
“Ah, Mas, ohh.”, hanya desahan lirih itu yang kini terdengar sayup ketika aku mulai menjilati leher dan menciuminya.
Aku mencium bau kewangian sabun di tubuhnya. Jilatanku terus menurun
hingga akhirnya sampai di belahan payudaranya. Aku kemudian mengulum
payudaranya bergantian, sembari meremas-remas pantatnya. Julia terus
mendesah, dan suara rintihan itu membuatku bersemangat. Lalu aku
rebahkan tubuhnya dengan pelan di ranjang. Aku mulai merayap naik
menindihnya, dan mulailah aku mencoba mempraktekkan ritual mandi kucing
yang kutonton kemarin.
Pertama aku ulangi lagi dengan melumat bibirnya, kemudian menciumi
leernya, terus ke bahunya, dan kemudian lidahku merayap ke lengannya,
dan ketiaknya. Pada saat yang sama tanganku mengusap seluruh tubuhnya.
Julia menggeliat dan mendesah setiap kali tanganku meremas payudaranya
atau aku menekankan penisku yang masih tertutup celana ke vaginanya yang
tertutup rok. Lidahku terus bergerilya menyapu seluruh tubuh, kedua
tangan, dan payudaranya. Dan setiap kali aku menilati putingnya, erangan
Julia semakin sering terdengar dan dia kerap menahan nafas, tangannya
kadang-kadang meremas-remas kepalaku. Lidahku masih merayapi dadanya
selama beberapa menit, lalu aku turun untuk menyapu perut dan pusarnya
dengan lidahku, pada saat itulah aku mulai membuka rok Julia, dan kini
Julia tinggal memakai celana dalam. Akupun membuka celanaku,
Aku tak langsung membuka celananya, tetapi menciuminya dan
menggesek-gesek gundukan vaginanya dengan hidungku, kadang-kadang
kutekan-tekan dengan daguku, sementara tanganku merayap ke atas meremas
kedua payudaranya.
“Ohh, Mass, buka Mas,”, katanya memohon.
Aku pelan-pelan memelorotkan celana dalamnya. Setelah dia telanjang
bulat, aku lalu mulai mengusap-ngusap vaginanya dengan tanganku. Aku
teus menciumi perutnya lalu aku mulai menjilati pusar, terus turun ke
daerah rambut kemaluannya, dan akhirnya ke bagian atas vaginanya. Julai
mendesah saat aku mencium lembut permukaan vaginanya. Aku lalu
bentangkan kedua kakinya, hingga vaginanya merekah. Aku lalu
menenggelamkan kepalaku ke vaginanya. Aku jilati vaginanya dari atas ke
bawah, kiri kanan, kadang melumatnya atau menghisapnya, sementara itu
cairan dari vaginanya semakin deras. Aku lalu rekahkan vaginanya, dan
dengan ujung lidahku aku mulai menjilati klitorisnya. Mula-mula pelan,
dan pada jilatan pertama Julia langsung mengangkat kedua pantatnya
sambil mengerang tertahan, lalu sambil kuangkat sedikit pantatnya, aku
mulai melumat semua bagian vaginanya, menjilati di daerah antara anus
dan vagina, dan mengisap klitorisnya. Kedua pahanya menjepit kepalaku,
dan aku semakin cepat menjialti vagina dan klitorisnya sambil meremas
pantatnya.
“Ohh, aa, hh.”, suara seperti itu terus keluar dari mulut Julia, hingga
pada akhirnya Julia tiba-tiba menekankan vaginanya ke mukaku, dengan
tubuh bergetar, kedua tangan Julia mencengkeram erat rambutku dan
pahanya ditekankan kuat-kuat menjepit kepalaku, dan aku tahu Julia
sedikit lagi akan orgasme. Aku percepat dan perkuat isapan dan
jilatanku, dan akhirnya Julia menggelinjang tak terkendali, dan
mengerang sedikit keras. Dia orgasme, Lalu tubuhnya terhenyak di
ranjang. Aku bangkit dan memandang wajahnya yang berkeringat dan
nafasnya masih tersengal-sengal, tetapi dia tampak tersenyum.”Gantian
ya”, kataku memohon, sebab penisku sudah sedemikian tegangnya di celana
dalamku.
Dia mengangguk pelan. Pada mulanya dia hendak bangkit, tetapi kucegah.
“Jangan, Kau berbaring saja, turuti kataku.”
Aku pun membuka celanaku. Julia hanya menatap pada penisku yang sedang
tegang. Lalu tangannya menyentuh kepala penisku dan mengusap-usapnya.
Aku terhenyak. Lalu aku arahkan penisku ke belahan payudaranya. Kuminta
dia meremas penisku dengan kedua payudaranya, aku gesek-gesekkan penisku
di antara kedua payudaranya. Hangat dan nyaman rasanya. Kemudian aku
duduk bersandar, dan Julia kutarik untuk bangun, lalu aku menatap
wajahnya, dia rupanya mengerti dan mulailah lidahnya terjulur menjilati
kepala penisku. Aku sungguh merasa nikmat, apalagi ketika julia mulai
memasukkan penisku ke mulutnya dan menghisapnya. Dia menjilati batang
penis mulai dari pangkal hingga ke ujung kepala sebelum akhirnya dia
mengisap penisku dan mengulumnya. Ahh, aku serasa melayang, dan tak lama
kemudian aku sudah tak tahan, aku pun memuntahkan maniku dimulutnya
dengan rasa nikmat yang bukan kepalang,
Malam itu kami tidur berpelukan. Dan keesokan harinya, kami melakukan
oral seks dengan gaya 69. Dan sesuai perjanjian, aku tak boleh
memasukkan penisku ke vaginanya. Aku jadi mengkhayal, kalau begini saja
sudah begitu nikmat bagaimana jadinya kalau nanti dimasukkan? Tetapi aku
dan Julia sudah sepakat untuk saling memuaskan dengan tanpa penetrasi
penis. Itupun sudah sangat nikmat, dan aku tak beresiko menghamili atau
merusak keperawanan anak orang.
Ah, untunglah lidah itu lembut dan tak bertulang, pijatan lidah memang lain rasanya.